Senin, 21 Desember 2009

Sang Pemimpi –Ayahku juara no. 1 di dunia!

Secara pribadi saya paling menyukai buku ke dua Andrea Hirata di antara seri tetralogi laskar pelangi lainnya. Mungkin karena di buku ini secara cerdas Andrea Hirata berhasil meramu cerita motivasi berbalut persahabatan dan persaudaraan yang kental dengan cerita dan bahasa mengundang senyum bahkan tawa. Review bukunya pernah aku upload di Sini

Makanya Sang Pemimpi adalah salah satu film local yang saya tunggu tahun ini. Karya kolaborasi Riri Riza dan Mira Lesmana yang sudah berhasil di film pertama Laskar Pelangi.

Pengalaman susah mendapatkan tiket di film pertama, tidak saya temukan ketika ingin menonton film ini. Entah karena antisipasi pihak theater memperbanyak copy roll dan menanyangkannya secara serempak di beberapa studio dalam waktu bersamaan atau minat penonton yang surut.
Sekali lagi Rate 13+ pada poster film tidak diperhatikan dengan baik para orang tua. Terbukti 1/3 studio adalah anak di bawah umur. Meski ceritanya bagus untuk membangun motivasi tapi sisi remajanya mulai ada dengan porsi yang banyak.

Film dibuka dengan setting Bogor tahun 1999. Ikal yang ingin melepaskan mimpi-mimpinya selama ini kembali mengulang cerita masa SMA nya bersama Arai dan Jimbron. Dua sahabat kentalnya yang mengisi masa remajanya. Bertiga mereka menjalani hidup yang keras dengan tabah dan sabar. Sabar menjalani hidup dengan berjalan menuju mimpi. Mereka dipanggil Berandal oleh P Mustar, guru terkiller di sekolahnya.

Aduh… ceritanya ga usah dibahas ya. Karena buat pembaca setia, saya yakin kalian sudah khatam.

Buku kedua ini penuh dengan kutipan kalimat-kalimat pembakar semangat, bahkan termasuk quote H. Rhoma Irama : Masa Muda, masa yang berapi-api. Tapi difilmnya, ada petikan kalimat arai yang tidak muncul, padahal kalimat ini termasuk memorable dalam buku keduanya:

Mendahului Nasib! Dua kata yang menjawab kekeliruanku memaknai arah hidupku. Pesimistis tak lebih dari sikap takabur mendahului nasib!”
(Mozaik 12, hal 154)


Scene Tentang bapaknya yang datang mengambil rapor Ikal di saat Ikal terpuruk tidak sedalam bukunya. Tapi tetap berhasil membuat ku tersentuh akan kekuatan bapak Seman di mata anaknya, Ikal. Yah… Cerita Sang Pemimpi ini terlihat jelas bagaimana Ikal memuja sosok bapaknya. Bapaknya yang tabah dan teguh dengan sabar menjalani hidupnya. Tanpa banyak berbicara tapi mampu menunjukkan betapa sayang dan bangganya dia dengan Ikal. Aih… jadi ingat bapak di kampung.

Riri Riza berhasil menampilkan kisah persahabatan dan persaudaraan antara Ikal, Arai dan Jimbron. Mereka terus bekerja keras, berpacu dengan waktu dan hidup untuk meraih mimpi tertinggi. Kebesaran dan keteguhan hati yang tergambar mampu membuatku merasa tidak apa-apanya bila dibandingkan dengan mereka. Bagus dijadikan cerminan, jangan pernah takut untuk bermimpi.

Sayangnya Riri Riza menurutku gagal menyampaikan kisah roman Arai-Nurmala dan Jimbron-Laksmi. Kisah yang cukup mengambil tempat di buku keduanya.

Keindahan Pulau belitong tidak terlalu ditonjolkan seperti di film pertamanya. Paling kecewa sama adegan terakhir dengan setting fakenya! Kalo memang ga bisa ambil lokasi sebenarnya, ga usah ditampilkan aja sekalian.

Para pemain mudanya menurutku bagus, meski masih terlihat kaku di beberapa bagianNugie menurutku cukup berhasil memerankan sosok Balian, guru favorit yang selalu menanamkan keberanian pada muridnya untuk bermimpi. Sementara kemunculan Ariel Peter Pan, di beberapa bagian terakhir sebagai arai dewasa ternyata tidak terbukti menganggu, seperti yang saya khawatirkan. He’s natural so far… Ga tau deh kalo dia bener-bener memerankan Arai di film ketiga, Edensor.



Oia... lagu arai muda buat nurmala aku suka. Jadi pengen nyari dan download hehehe... Btw... saya kok ga denger lagu Gigi di film ini ya? Atau saya nya yang ga ngeh?

Well… untuk kategori film Indonesia, saya berani memberikan nilai full. Tapi kalo keseluruhan saya harus menurunkan sedikitnya menjadi 3,5 bintang.

Tidak ada komentar: