Film horror adalah genre film yang paling tidak saya suka. Meski ada beberapa yang cukup membuat saya terperangah memberikan 2 jempol ke atas. Film horor cerdas istilahku :D. Kali ini film 1408 adalah film ”eksperimen” saya selanjutnya. Film yang bercerita tentang petualangan penulis buku hotel-hotel berhantu di Hotel Dolphin, kamar 1408.
Mike Enslin (John Cusack) adalah penulis buku-buku non fiksi bertema Hantu. Lebih spesifik tentang tempat-tempat yang dianggap memiliki fenomena gaib (mungkin seperti acara di TV yang sempat ngetrend). Setelah berpetualang survey menyusuri lokasi yang dianggap gaib, pada suatu hari dia mendapatkan kartu pos dari new york dengan pesan ” DO NOT ENTER 1408!” 1408 = 13, aha... angka sial katanya. Sigh... Merasa tertarik, pergilah dia ke Hotel Dolphin untuk menginap di kamar 1408 tersebut. Manajer Hotel, Mr. Olin (Samuel L. Jackson), berusaha melarangnya setengah mati. Tapi tetap saja Mike nekat ingin merasakan 1408. Akhirnya diijinkan.
Petualangan-petualangan aneh dan mendebarkan pun dimulai begitu pintu kamar 1408 dibuka. Adegan dan dentuman suara yang mampu membuat kita melonjak kaget, bahkan teriak ketakutan. Radio on sendiri, jendela tertutup tiba-tiba dan kelebatan manusia yang muncul tiba-tiba bukanlah suguhan yang baru dalam film-film horor. Hanya saja yang membuat film ini agak berbeda, 1408 memiliki ritme yang sangat mempermainkan penonton. Dari situasi yang benar-benar scarry kemudian tiba-tiba datar seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bahkan saya sempat nyeletuk, udah nih horornya? Padahal masih panjang... belum lagi proses dejavunya yang berulang-ulang. Great!
Selain itu halusinasi yang digambarkan lebih ”manusiawi”. Lebih menyentuh ke sisi humanis sang penulis nekat tersebut. Tentang trauma-trauma yang dialaminya selama ini akibat meninggalnya sang putri sibuah hati menyusul kehancuran rumah tangganya, dan hubungan bapak-anak yang tidak harmonis.
Catatan saya juga menorehkan beberapa ”ketidakbiasaan” film horor yang ditampilkan dalam film ini, seperti angle-angle pengambilan gambar yang menarik dan unik dan kisah akhir sang penulis yang tidak tertebak (meleset dari yang saya prediksi), bahkan di detik-detik terakhir masih sempatnya sang sutradara memberikan ”kejutan” kecil yang membuat saya terlonjak dari kursi.
Tapi menurutku, meski endingnya unpredictable, tetap aja tidak memberikan kesan yang kuat. That’s it, berakhir begitu saja. Tidak sehebat adegan-adegan tengahnya yang membuat nafas kita tertahan dan ikut terengah-engah. Poin penting yang justru menurutku terabaikan oleh sang sutradara.
3 Bintang cukup untuk film ini.. ”penghargaan” tertinggi yang jarang saya berikan untuk film horor, selain JELANGKUNG (film horor ”modern” pertama indonesia).
Mike Enslin (John Cusack) adalah penulis buku-buku non fiksi bertema Hantu. Lebih spesifik tentang tempat-tempat yang dianggap memiliki fenomena gaib (mungkin seperti acara di TV yang sempat ngetrend). Setelah berpetualang survey menyusuri lokasi yang dianggap gaib, pada suatu hari dia mendapatkan kartu pos dari new york dengan pesan ” DO NOT ENTER 1408!” 1408 = 13, aha... angka sial katanya. Sigh... Merasa tertarik, pergilah dia ke Hotel Dolphin untuk menginap di kamar 1408 tersebut. Manajer Hotel, Mr. Olin (Samuel L. Jackson), berusaha melarangnya setengah mati. Tapi tetap saja Mike nekat ingin merasakan 1408. Akhirnya diijinkan.
Petualangan-petualangan aneh dan mendebarkan pun dimulai begitu pintu kamar 1408 dibuka. Adegan dan dentuman suara yang mampu membuat kita melonjak kaget, bahkan teriak ketakutan. Radio on sendiri, jendela tertutup tiba-tiba dan kelebatan manusia yang muncul tiba-tiba bukanlah suguhan yang baru dalam film-film horor. Hanya saja yang membuat film ini agak berbeda, 1408 memiliki ritme yang sangat mempermainkan penonton. Dari situasi yang benar-benar scarry kemudian tiba-tiba datar seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bahkan saya sempat nyeletuk, udah nih horornya? Padahal masih panjang... belum lagi proses dejavunya yang berulang-ulang. Great!
Selain itu halusinasi yang digambarkan lebih ”manusiawi”. Lebih menyentuh ke sisi humanis sang penulis nekat tersebut. Tentang trauma-trauma yang dialaminya selama ini akibat meninggalnya sang putri sibuah hati menyusul kehancuran rumah tangganya, dan hubungan bapak-anak yang tidak harmonis.
Catatan saya juga menorehkan beberapa ”ketidakbiasaan” film horor yang ditampilkan dalam film ini, seperti angle-angle pengambilan gambar yang menarik dan unik dan kisah akhir sang penulis yang tidak tertebak (meleset dari yang saya prediksi), bahkan di detik-detik terakhir masih sempatnya sang sutradara memberikan ”kejutan” kecil yang membuat saya terlonjak dari kursi.
Tapi menurutku, meski endingnya unpredictable, tetap aja tidak memberikan kesan yang kuat. That’s it, berakhir begitu saja. Tidak sehebat adegan-adegan tengahnya yang membuat nafas kita tertahan dan ikut terengah-engah. Poin penting yang justru menurutku terabaikan oleh sang sutradara.
3 Bintang cukup untuk film ini.. ”penghargaan” tertinggi yang jarang saya berikan untuk film horor, selain JELANGKUNG (film horor ”modern” pertama indonesia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar