Category: Movies
Genre: Romance
Sejak cerita romantis antara manusia dan vampir ini menjadi pembicaraan menarik, tidak hanya di media tapi juga di antara teman-teman saya, makanya saya tertarik untuk mengetahui seperti apa sih ceritanya. Semakin tertarik begitu tahu ternyata, film ini diangkat dari novel sukses Stephanie Meyer berjudul sama.
Kali ini saya melanggar rule saya sendiri, baca dulu baru nonton filmnya. Tapi tidak sepenuhnya melanggar sih. Saya membaca, mencoba mengenal karakter-karakter utama pada cerita ini dan di pertengahan novel saya hentikan untuk kemudian langsung menonton filmnya. Percobaan ini saya lakukan untuk menangkap keberhasilan sang sineas menvisualisasikan ceritanya. Mampu ga sih penonton menangkap alur ceritanya, meski tidak mengenal siapa Isabella Swan dan Edward Cullen itu.
Kesimpulannya, Sutradara itu cukup berhasil menuangkan lembaran-lembaran buku mejadi beberapa potongan adegan. Dia berhasil mensiasati novelnya yang tebal (518 halaman) menjadi potongan video berdurasi 2x60 menit. Meski beberapa plot diubah tidak sesuai novel, tapi masih logis. Sebagai contoh, 7 bab novelnya (bab 8 – 14) berhasil “diacak” untuk kemudian sukses dipaparkan 10 menit di filmnya. Tahap PDKT yang membuat saya gregetan dengan sikap Bella yang jatuh bangun menghadapi Edward si misterius guy.
Isabella Swan harus pindah ke daerah Forks yang “ndeso” untuk tinggal bersama ayahnya, Charlie, karena ibunya, Renee, menikah lagi dengan laki-laki lain. Di tempat barunya inilah dia bertemu dengan lelaki pucat, Edward Cullen, yang bertingkah aneh dengan keluarga-keluarganya. Secara kebetulan dia harus duduk sebangku dengan Edward di kelas Biologi. Sayangnya Edward bersikap membencinya dan sangat tidak welcome. Setelah tahap PDKT yang panjang (di bukunya) akhirnya mereka pun terlibat kisah asmara. Tidak ada lagi rahasia diantara mereka. Bahkan Edward mengajak Bella untuk mengenal keluarganya lebih dekat.
Kisah ini semakin membius ketika ceritanya hanya tidak melulu dihiasi kisah cinta antara dua mahluk berbeda dunia. Ada intrik yang menarik diantara mereka. Bahaya yang mengitari Bella, disadari tapi tidak bisa dihindari. Edward dan keluarganya bukan satu-satunya mahluk penghisap daerah di lingkungan itu. Dan kemudian mereka bertikai karena Bella adalah cerita yang bisa ditebak, meski diakhiri dengan sangat romantis di mana Edward harus berjuang melawan egonya. Berjuang melawan rasa “hausnya” demi Cinta.
See…. Romantis kan?
Satu yang menjadi catatan saya ketika melihat Edward dan keluarganya di tayangan awal film. Ga bangetttt… kenapa ya saya seolah melihat Joker dengan tatanan make up yang lebih rapi. Mirip badut pucat. Ga seelegan novelnya, yang begitu memuji-muji Edward dan family. Meski kemudian terbiasa melihat di adegan2 selanjutnya. Bella cakep banget. Melebihi ekspektasi saya ketika membaca novelnya.
Last but not the least, saran saya baca bukunya aja dulu deh. Hingga bisa bener-bener larut dalam kisah Bella-Edward.
Kali ini saya melanggar rule saya sendiri, baca dulu baru nonton filmnya. Tapi tidak sepenuhnya melanggar sih. Saya membaca, mencoba mengenal karakter-karakter utama pada cerita ini dan di pertengahan novel saya hentikan untuk kemudian langsung menonton filmnya. Percobaan ini saya lakukan untuk menangkap keberhasilan sang sineas menvisualisasikan ceritanya. Mampu ga sih penonton menangkap alur ceritanya, meski tidak mengenal siapa Isabella Swan dan Edward Cullen itu.
Kesimpulannya, Sutradara itu cukup berhasil menuangkan lembaran-lembaran buku mejadi beberapa potongan adegan. Dia berhasil mensiasati novelnya yang tebal (518 halaman) menjadi potongan video berdurasi 2x60 menit. Meski beberapa plot diubah tidak sesuai novel, tapi masih logis. Sebagai contoh, 7 bab novelnya (bab 8 – 14) berhasil “diacak” untuk kemudian sukses dipaparkan 10 menit di filmnya. Tahap PDKT yang membuat saya gregetan dengan sikap Bella yang jatuh bangun menghadapi Edward si misterius guy.
Isabella Swan harus pindah ke daerah Forks yang “ndeso” untuk tinggal bersama ayahnya, Charlie, karena ibunya, Renee, menikah lagi dengan laki-laki lain. Di tempat barunya inilah dia bertemu dengan lelaki pucat, Edward Cullen, yang bertingkah aneh dengan keluarga-keluarganya. Secara kebetulan dia harus duduk sebangku dengan Edward di kelas Biologi. Sayangnya Edward bersikap membencinya dan sangat tidak welcome. Setelah tahap PDKT yang panjang (di bukunya) akhirnya mereka pun terlibat kisah asmara. Tidak ada lagi rahasia diantara mereka. Bahkan Edward mengajak Bella untuk mengenal keluarganya lebih dekat.
Kisah ini semakin membius ketika ceritanya hanya tidak melulu dihiasi kisah cinta antara dua mahluk berbeda dunia. Ada intrik yang menarik diantara mereka. Bahaya yang mengitari Bella, disadari tapi tidak bisa dihindari. Edward dan keluarganya bukan satu-satunya mahluk penghisap daerah di lingkungan itu. Dan kemudian mereka bertikai karena Bella adalah cerita yang bisa ditebak, meski diakhiri dengan sangat romantis di mana Edward harus berjuang melawan egonya. Berjuang melawan rasa “hausnya” demi Cinta.
See…. Romantis kan?
Satu yang menjadi catatan saya ketika melihat Edward dan keluarganya di tayangan awal film. Ga bangetttt… kenapa ya saya seolah melihat Joker dengan tatanan make up yang lebih rapi. Mirip badut pucat. Ga seelegan novelnya, yang begitu memuji-muji Edward dan family. Meski kemudian terbiasa melihat di adegan2 selanjutnya. Bella cakep banget. Melebihi ekspektasi saya ketika membaca novelnya.
Last but not the least, saran saya baca bukunya aja dulu deh. Hingga bisa bener-bener larut dalam kisah Bella-Edward.
1 komentar:
Are kidding me?
Just open www.gmail.com
and subscribe to make an account there...
Simple rite?
Posting Komentar