Rabu, 25 Februari 2009

Laskar Pelangi – Semangat Belajar Para Pejuang cilik

Baru sabtu kemaren (18 okt 2008) saya sempat menonton film ini. Film yang belakangan sangat ramai dibicarakan, dan menjadi box office selanjutnya setelah Ayat-ayat cinta.
Dan hebatnya di pekan ke empat nya, film ini masih menjadi yang terlaris, terbukti antriannya yg puanjang dan tulisan sold out sering terpajang. Saya aja sempat kecele, karena tiket habis. Untungnya di bioskop yang satu masih ada, meski mendapat barisan ke dua dari depan :D. Dan baru kali ini pula saya masuk bioskop seolah-olah masuk di play group atau taman kanak-kanak. Full anak-anak, bahkan sepanjang film berlangsung ada sekumpulan anak-anak yang bermain kejar-kejaran hingga ke depan layar. Hebatnya pula, mereka seolah-olah familiar dengan karakter2 dalam film ini.
”saya suka Mahar!” atau ”Ma, kasian Lintang ya?!” kalimat2 yang terdengar sepanjang film berlangsung. Belum lagi anak laki-laki yang duduk disebelahku, malah menjadi spoiler buat ibunya, pertanda anak itu sudah menonton sebelumnya. Saya aja yang biasanya jengkel kalo ada org yang menceritakan kejadian selanjutnya, justru tersenyum.

Film ini di awali dengan narasi dari Ikal dewasa yang mencoba menapak tilas kehidupan masa kecilnya di kampung Belitong. Masa di mana dia merasakan kesulitan. Bukan hanya kesulitan ekonomi, tapi juga kesulitan mengecap pendidikan. Pendidikan di kampungnya seolah-olah hanya diperuntukkan untuk kaum bangsawan dan berada saja.

Film ini bergulir cepat, meski banyak bagian yang dipenggal dari cerita aslinya, it’s not a big deal for me. Tokh saya sudah mengenal betul karakter-karakter laskar pelangi melalui bukunya. Memang sih ada bagian yang terlalu di dramatisir seperti buaya yang seolah tau jadwal sekolahnya lintang atau perasaan berbunga Ikal yang melambung tinggi setelah melihat kuku cantik A Ling.

Memang susah mengangkat detil ceritanya seperti yang tertuang dalam ratusan lembar novel sukses Laskar Pelangi. Kendala yang selalu di hadapi oleh sineas ketika mencoba menuangkan cerita novel ke dalam layar lebar berdurasi 2x60 menit. Apalagi kalo novel itu adalah novel sukses yang telah memiliki fans fanatik. Tapi patut diacungi jempol buat miles production yang rela menepikan sedikit sisi komersil pada film ini. Terbukti 11 tokoh anak-anak Laskar Pelangi dalam cerita ini adalam kesemuanya new comer. Belum lagi tokoh dewasanya adalah pemain jempolan yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh penikmat film Indonesia. Slamet Raharjo, Alex komang, Jajang C. Nur, Tora Sudiro, Lukman Sardi, Mathias Muchus adalah aktor-aktris yang pernah berdiri memegang trophi citra, piala tertinggi insan perfilman Indonesia. Cut Mini juga termasuk sukses memerankan tokoh Bu Mus, sosok sentral dalam film ini.

Belum lagi sisi keindahan Belitong yang berhasil tertuang di layar lebar. Keindahan itu semakin lengkap dengan berhasilnya film ini membuat penonton tertawa melihat ulah para Laskar Pelangi, tapi tiba-tiba membuat semuanya terhenyak dengan kesedihan yang tidak terlalu berlebihan. Hal yang sama saya rasakan ketika membaca novel aslinya.

Memang ada beberapa bagian yang tidak saya dapatkan gregetnya sama sekali. Dua poin penting yang sangat mendebarkan ketika saya membaca novel ini. Lomba karnaval dan lomba cerdas cermat. Dua poin yang membuat sosok Mahar dan Lintang patut dijadikan sosok hebat dalam Laskar pelangi. Dua poin ini yang membuat karakter Mahar dan Lintang semakin kuat. Mereka yang kemudian menjadi sumber inspirasi Ikal dalam meraih cita-cita. Tapi di film ini tidak di garap dengan apik. Sayang sekali.

Overall, film ini berhasil menyampaikan pesan yang ada dalam novelnya. Berhasil membuat penontonnya berpikir bahwa tiada guna berkeluh kesah. Face ur future and being strong!

Last but not the least, ,mungkin lebih baik baca dulu novelnya sebelum menyaksikan filmnya. Secara beberapa detil ceritanya disingkat, untuk menghemat waktu.


Tidak ada komentar: